(GEMA NURANIKU)
Telah sampai padaku seribu satu kabar negerimu, kawan.
Kabar yang memilukan hati pendengarnya,
Memancing air mata yang berpunya rasa.
Yang mustahil terjadi namun terjadi
Berada di luar logika namun nyata.
Aku sadar akan kezhaliman mereka yang berkuasa.
Menguras air mata tanah Rencong hingga ke kerak-keraknya.
Menyia-nyiakan darah suci penghuninya.
Mereka tak akan berhenti kecuali kematian menjemputnya
Sungguh pilu rasa hati ini yang hanya bisa mendengar dan mendengar lekukan-lekukan sejarah.
Mereka yang berkuasa seakan-akan buta dan tuli.
Buta terhadap pembakaran, penyiksaan, dan pembantaian jiwa yang tak terang duduk masalahnya.
Tuli terhadap suara teriakan warga tanah berkah Serambi Mekah.
Ketika ia harus kehilangan ayahnya.
Ketika ia harus ditinggal suaminya.
Dan ketika ia kehilangan isteri tercinta.
Hai penguasa yang buta dan tuli.
Berapa anak yang telah kau sulap menjadi yatim ?
Berapa wanita yang kau ubah menjadi janda ?
Berapa pemuda yang kau sia-siakan darahnya ?
Dan berapa derita yang tercipta dari kesombonganmu ?
Dalam takdir aku bukanlah bagian darimu, kawan.
Namun secercah cahaya yang bernama nurani.
Melayangkan jiwaku pada derita negerimu.
Derita akibat tiadanya keadilan yang tegak.
Hai para penguasa negeri ini.
Mengapa engkau bersembunyi di balik payung hukum ?
Atas segala kezhaliman di ujung barat Bumi Pertiwi.
Atas segala kelalaian yang berujung mati.
Sungguh nista dirimu jika tiada ishlah yang kau beri.
Tiada salah mereka yang berteriak "MERDEKA"
Ketidak Adilanmu lah yang tiada nyata.
Hingga Mereka ada tanpa terasa.
Tak akan berhenti roda derita yang mendera.
Hingga tiap jiwa memandang nuraninya.
Semarapura-Klungkung, Bali, 14 Maret 2007
Digubah : Pare-Kediri, Jawa Timur, 21 Juli 2008
Digubah : Pare-Kediri, Jawa Timur, 21 Juli 2008
Oleh : Ifanudin untuk negeri Aceh Tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar